Archives

♣ Arsitektur Islam {Seni Ruang Dalam Peradaban Islam}


بسم الله الرحمن الرحيم

ABSTRAK

Manusia sebagai khalifah, dalam hal ini berkaitan dengan fungsi arsitek, memiliki tanggung jawab terhadap lingkungan, mengelola alam untuk melakukan aktivitasnya di muka bumi, dengan prinsip keseimbangan dan keselarasan. Arsitektur sebagai salah satu bidang keilmuan, hendaknya juga berpijak pada nilai-nilai Islam yang bersumber pada al-Qur’an. Wujud arsitektur yang muncul dari kreasi seorang arsitek, hendaknya melambangkan nilai-nilai Islam. Artinya, wujud arsitektur yang hadir tidak bertentangan dengan prinsip tauhid, ketentuan syariah, dan tentu saja nilai-nilai akhlakul karimah.

Pemaknaan dalam realita kehidupan, baik secara vertikal maupun horisontal, akan dipandang lebih berarti pada sebuah karya arsitektur yang mempunyai landasan akhlakul karimah di dalamnya. Suatu karya arsitektur akan lebih bermakna jika mengusung nilai-nilai Islam dalam konsep perancangannya. Nilai Islam yang diterapkan pada “Arsitektur Islam” menghasilkan perpaduan antara kebudayaan manusia dan proses penghambaan diri seorang manusia kepada Tuhannya, yang berada dalam keselarasan hubungan antara manusia, lingkungan dan Penciptanya. Hasil karya yang bermakna inilah yang akan mewujud menjadi suatu bentuk peradaban baru yang islami dan membawa kebaikan bagi umat manusia.

Tulisan ini menggambarkan bahwa ternyata karya-karya arsitektur Islam di berbagai penjuru dunia yang dilandasi oleh akhlak dan perilaku Islami, tidak mempunyai representasi bentuk yang satu dan seragam. Walaupun demikian, keberagaman dan kekayaan bentuk itu disatukan oleh satu tujuan, yaitu sebagai sarana beribadah kepada Allah. Dari keberagaman tersebut, dapat tercipta satu kekayaan khasanah arsitektur Islam dalam suatu peradaban yang islami, yang akan membawa manusia pada rahmatan lil alamiin.

PENDAHULUAN

Kehadiran arsitektur berawal dari manfaat dan kebutuhan-kebutuhan sebuah bangunan untuk melayani fungsi-fungsi tertentu, yang diekspresikan oleh seorang arsitek melalui gambar kerja. Kebutuhan sebuah bangunan akan ruang-ruang dalam lingkup interior maupun eksterior, bermula pada sebuah kebutuhan dari pengguna bangunan (Fikriarini, 2006: 7). Selain itu, arsitektur juga merupakan bagian dari seni, karena arsitektur tidak lepas dari rasa. Hal ini menyebabkan pengertian arsitektur terus berkembang dan dipengaruhi oleh cara berpikir, cara membuat, cara meninjau, dan budaya.

Definisi arsitektur baru akan dapat dimengerti setelah kita mengalami arsitektur, atau berarsitektur. Berarsitektur artinya berbahasa dengan ruang dan gatra, dengan garis dan bidang, dengan bahan material dan suasana tempat. Berarsitektur adalah berbahasa manusiawi; dengan citra unsur–unsurnya, baik dengan bahan material maupun dengan bentuk serta komposisinya. Dalam berarsitektur, seorang arsitek tidak pernah lepas dari alam, lingkungan sekitar, dan budaya setempat. Hal ini disebabkan karena arsitektur merupakan bagian dari budaya yang menunjukkan tingkat peradaban manusia. Budaya manusia tersebut sangat dipengaruhi oleh alam, dan karenanya arsitektur dengan sendirinya juga merupakan bagian dari alam, mampu membaca alam dan menciptakan sebuah suasana.

Beberapa pengertian arsitektur terkait dengan karya arsitek, baik itu berupa olahan fungsi ke dalam bentuk dan ruang yang terangkum menjadi satu. Fungsi merupakan pengertian yang sederhana dari kegunaan. Fungsi juga dapat dimaknai sebagai suatu cara untuk memenuhi keinginan yang timbul akibat adanya kebutuhan manusia dalam mempertahankan dan mengembangkan hidupnya (library.gunadarma.ac.id/files/disk1/8/). Walaupun begitu, karya arsitektur bukanlah sekedar masalah fungsi, ruang dan bentuk. Lebih dari itu, arsitektur mampu merangkum seni dalam satu bagian yang utuh untuk menghadirkan sebuah keindahan (Fikriarini dan Putrie, 2006: 10-11).

Arsitektur sebagai salah satu bidang keilmuan, hendaknya juga selalu berpijak pada nilai-nilai Islam yang bersumber pada al-Qur’an. Al-Qur’an tentunya merupakan dasar bagi pengembangan berbagai bidang keilmuan, salah satunya keilmuan arsitektur. Wujud arsitektur yang muncul sebagai hasil kreasi seorang arsitek, hendaknya melambangkan nilai-nilai Islam. Artinya, wujud arsitektur yang dihasilkan tidak bertentangan dengan prinsip tauhid, ketentuan syariah, dan tentu saja nilai-nilai akhlakul karimah. Kita dapat melihat karya-karya arsitektur Islam di berbagai belahan dunia dengan tujuan yang satu, yaitu untuk beribadah dan berserah diri kepada Allah. Walaupun demikian, dalam tataran bentuk arsitektur Islam yang dilandasi oleh kesatuan tujuan dan nilai-nilai islami itu tidak hadir dalam representasi bentuk fisik yang satu dan seragam, melainkan hadir dalam bahasa arsitektur yang beragam.

Ditinjau secara keseluruhan, arsitektur telah muncul di mana dia dibutuhkan serta tidak terbatas di mana dia didirikan. Arsitektur pun turut mempengaruhi muncul dan tenggelamnya suatu kebudayaan dan peradaban. Masyarakat muslim sebagai salah satu peradaban terbesar di dunia pun tidak ketinggalan dalam menyemarakkan peradaban dengan arsitektur yang mencerminkan worldview dan nilai-nilai Islam sepanjang sejarah perkembangan dan perjalanannya di muka bumi ini. Dalam Islam, arsitektur merupakan bagian dari karya seni yang tidak pernah lepas dari keindahan yang merujuk pada kebesaran Allah sebagai Sang Maha Pencipta. Hal ini memberi kesadaran, bahwa kita sebagai manusia hanyalah hamba yang kecil dan tidak berarti apa-apa dibandingkan dengan kebesaran Allah. Bahkan lebih jauh, rasa kekaguman kita terhadap keindahan dan estetika dalam arsitektur tak boleh lepas dari kepasrahan dan penyerahan diri kita terhadap kebesaran dan keagungan Allah sebagai Dzat pemilik segala keindahan.

METODE KAJIAN

Metode kajian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan pendataan yang dilakukan secara sekunder. Pendataan sekunder dilakukan dengan cara studi literatur yang terkait dan terintegrasi, menjadi sebuah rangkuman kajian; Literatur dapat berbicara tentang arsitektur-arsitektur islam, nilai-nilai islam dalam arsitektur, yang didapat dari jurnal, teks book, artikel serta informasi yang digali dari al-Qur’an dan Hadits.

PEMBAHASAN

A. Arsitektur Islam

Arsitektur Islam merupakan wujud perpaduan antara kebudayaan manusia dan proses penghambaan diri seorang manusia kepada Tuhannya, yang berada dalam keselarasan hubungan antara manusia, lingkungan dan Penciptanya. Arsitektur Islam mengungkapkan hubungan geometris yang kompleks, hirarki bentuk dan ornamen, serta makna simbolis yang sangat dalam. Arsitektur Islam merupakan salah satu jawaban yang dapat membawa pada perbaikan peradaban. Di dalam Arsitektur Islam terdapat esensi dan nilai-nilai Islam yang dapat diterapkan tanpa menghalangi pemanfaatan teknologi bangunan modern sebagai alat dalam mengekspresikan esensi tersebut.

Perkembangan arsitektur Islam dari abad VII sampai abad XV meliputi perkembangan struktur, seni dekorasi, ragam hias dan tipologi bangunan. Daerah perkembangannya meliputi wilayah yang sangat luas, meliputi Eropa, Afrika, hingga Asia tenggara. Karenanya, perkembangannya di setiap daerah berbeda dan mengalami penyesuaian dengan budaya dan tradisi setempat, serta kondisi geografis. Hal ini tidak terlepas dari kondisi alam yang mempengaruhi proses terbentuknya kebudayaan manusia.

Arsitektur yang merupakan bagian dari budaya, selalu berkembang seiring dengan berkembangnya peradaban manusia. Oleh karena itu, Islam yang turut membentuk peradaban manusia juga memiliki budaya berarsitektur. Budaya arsitektur dalam Islam dimulai dengan dibangunnya Ka’bah oleh Nabi Adam as sebagai pusat beribadah umat manusia kepada Allah SWT (Saoud, 2002: 1). Ka’bah juga merupakan bangunan yang pertama kali didirikan di bumi. Tradisi ini dilanjutkan oleh Nabi Ibrahim AS bersama anaknya, Nabi Ismail AS. Mereka berdua memugar kembali bangunan Ka’bah. Setelah itu, Nabi Muhammad SAW melanjutkan misi pembangunan Ka’bah ini sebagai bangunan yang bertujuan sebagai tempat beribadah kepada Allah. Dari sinilah budaya arsitektur dalam Islam terus berkembang dan memiliki daya dorong yang belum pernah terjadi sebelumnya, serta mencapai arti secara fungsional dan simbolis. Hal ini dijelaskan dalam Al-Qur’an Surat Ali Imran ayat 96 :“Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia.”

Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa Arsitektur Islam adalah cara membangun yang Islami sebagaimana ditentukan oleh hukum syariah, tanpa batasan terhadap tempat dan fungsi bangunan, namun lebih kepada karakter Islaminya dalam hubungannya dengan desain bentuk dan dekorasi. Definisi ini adalah suatu definisi yang meliputi semua jenis bangunan, bukan hanya monumen ataupun bangunan religius (Saoud, 2002: 2).

Sebagaimana telah kita ketahui bersama, Arsitektur Islam merupakan salah satu gaya arsitektur yang menampilkan keindahan yang kaya akan makna. Setiap detailnya mengandung unsur simbolisme dengan makna yang sangat dalam. Salah satu makna yang terbaca pada arsitektur Islam itu adalah bahwa rasa kekaguman kita terhadap keindahan dan estetika dalam arsitektur tidak terlepas dari kepasrahan dan penyerahan diri kita terhadap kebesaran dan keagungan Allah sebagai Dzat yang memiliki segala keindahan. Bahkan sejak jaman Nabi Sulaiman AS, telah dibangun suatu karya arsitektur yang menampilkan keindahan dan kemegahan itu. Hal ini tertuang dalam Al-Qur’an Surat An-Naml 44: “Dikatakan kepadanya: “Masuklah ke dalam istana”. Maka tatkala dia melihat lantai istana itu, dikiranya kolam air yang besar, dan disingkapkannya kedua betisnya. Berkatalah Sulaiman: “Sesungguhnya ia adalah istana licin terbuat dari kaca”. Berkatalah Balqis: “Ya Tuhanku, Sesungguhnya aku telah berbuat zalim terhadap diriku dan aku berserah diri bersama Sulaiman kepada Allah, Tuhan semesta alam”.

Dengan segala keindahan, kemegahan, dan kedalaman maknanya, arsitektur Islam yang pernah berjaya dan menjadi salah satu tonggak peradaban dunia memiliki beberapa potensi yang dapat mencerahkan kembali kejayaan Islam yang selama beberapa abad terakhir ini mengalami kemunduran. Potensi-potensi ini bukan hanya ditujukan untuk menghadapi pengaruh dari kebudayaan barat yang mengglobal dan menginginkan persamaan identitas dari berbagai budaya, namun juga untuk kepentingan pengembangan arsitektur Islam sendiri.

Lebih jauh, apabila kita telaah secara mendalam, arsitektur Islam lebih mengusung pada nilai-nilai universal yang dimuat oleh ajaran Islam. Nilai-nilai ini nantinya dapat diterjemahkan ke dalam bahasa arsitektur dan tampil dalam berbagai bentuk tergantung konteksnya, dengan tidak melupakan esensi dari arsitektur itu sendiri, serta tetap berpegang pada tujuan utama proses berarsitektur, yaitu sebagai bagian dari beribadah kepada Allah.

B. Al-Qur’an dan Seni

Di dalam perkembangan kebudayaan dan peradaban Islam, tujuan akhir dari berbagai keilmuan harus dilihat dan didasarkan pada al-Qur’an al-Karim, kitab suci umat Islam. Pada dasarnya, kebudayaan Islam dengan arsitektur Islam sebagai salah satu bagiannya, merupakan “budaya Qur’ani” (Al-Faruqi, 1999: 3). Karenanya, baik definisi, struktur, tujuan maupun metode untuk mencapai tujuan tersebut secara keseluruhan diambil darinya.

Dari al-Qur’an yang menjadi tuntunan, panduan hidup dan sumber keilmuan bagi umat Nabi Muhammad ini, seorang muslim tidak hanya mengambil pengetahuan mengenai Realitas Ultima (Al-Faruqi, 1999: 3). Secara mendasar, prinsip-prinsip yang diambil dari al-Qur’an juga mencakup tentang alam, manusia, dan makhluk hidup lainnya. Berbagai ilmu pengetahuan juga tercantum dalam al-Qur’an, baik secara implisit maupun eksplisit di berbagai institusi sosial, politik serta ekonomi yang diperlukan untuk menjalankan masyarakat yang sehat, sehingga al-Qur’an diperlukan di setiap pengetahuan dan aktivitas manusia, termasuk juga di bidang keilmuan arsitektur. Di dalam kitab itu, prinsip-prinsip dasar sudah disediakan bagi pembentukan sebuah kebudayaan yang lengkap, tentu saja termasuk bidang arsitektur.

Hal bukan berarti bahwa penjelasan dan uraian yang spesifik dan jelas tentang berbagai usaha manusia tersebut telah termuat dalam kitab suci yang memuat 114 surat ini. Al-Qur’an tentu tidak menyebutkan secara detail dan jelas bagaimana arsitektur yang islami itu. Walaupun begitu, secara implisit di dalamnya terdapat suatu penjelasan yang menjadi dasar dan acuan tentang bagaimana idealnya suatu lingkungan, bagaimana sistem nilai, batasan dan aturan pergaulan antara pria dan wanita, dan sebagainya. Hal yang tidak kalah penting adalah di dalamnya juga termuat konsep keindahan bangunan, yang dicontohkan dengan menggambarkan keindahan bangunan-bangunan di surga, seperti yang diceritakan di dalam surat al-Waqi’ah.

Konsep keindahan yang terwujud dalam berbagai bidang tersebut biasa kita sebut dengan seni dan kesenian. Dalam arsitektur, seni mempunyai posisi yang sangat penting. Bahkan pada awal berkembangnya, keilmuan arsitektur termasuk dalam bidang seni murni, bukan seperti pada saat ini, dimana arsitektur merupakan penggabungan antara ilmu, seni dan teknologi. Arsitektur merupakan sarana untuk mewujudkan wadah bagi aktivitas manusia dengan menggabungkan berbagai sudut pandang keilmuan, termasuk budaya dan tentu saja seni. Dalam Islam, aspek seni dalam kebudayaan Islam harus juga dilihat sebagai ekspresi estetis dari al-Qur’an. Seni Islam tidak lain adalah seni Qur’ani. Seni Qur’ani inilah yang nantinya juga akan mendukung terwujudnya arsitektur Islam sebagai salah satu unsurnya yang penting. Di dalam buku ”Seni Tauhid” karya Ismail Raji Al-Faruqi, terdapat beberapa alasan Al-Qur’an dapat menjadi dasar dari karya seni (Al-Faruqi, 1999: 3), sebagai berikut:

1. Al-Qur’an dapat berfungsi sebagai penjelas tauhid atau transendensi

2. Al-Qur’an sebagai model seni

3. Al-Qur’an sebagai ikonografi artistik

C. Seni Ruang dan Arsitektur

Menurut Ismail Raji Al-Faruqi, arsitektur termasuk di dalam seni ruang dalam esensi seni menurut Islam, hal ini dikarenakan arsitektur merupakan seni visual yang mendukung kemajuan peradaban Islam (Al-Faruqi, 1999: 158). Di dalam seni ruang, terdapat cabang lain yang termasuk mendukung di dalamnya yaitu seni rupa. Keberadaan seni ruang yang di dalamnya terdapat bidang arsitektur merupakan satu hal yang cukup penting. Hal ini juga didasarkan pada seni dalam pandangan al-Qur’an, sehingga pembangunan fisik peradaban ini senantiasa selalu berlandaskan nilai-nilai Islam dalam al-Qur’an, yang juga berfungsi sebagai landasan pembangunan peradaban yang berupa akhlaq dan perilaku. Hal ini sangatlah penting untuk mewujudkan kembali nilai-nilai Islam ke dalam tatanan pembangunan peradaban di dunia, yang tidak hanya membangun peradaban secara fisik, tetapi juga secara mental, pola pikir, semangat, akhlaq dan pola perilaku yang berlandaskan ajaran Islam yang bersumber pada al-Qur’an.

Semangat untuk kembali pada pandangan dan konsep pembangunan dan keindahan berdasarkan al-Qur’an inilah yang terdapat dalam arsitektur Islam. Setiap karya dalam bidang arsitektur yang merupakan perwujudan fisik dari suatu peradaban, tidak hanya dipandang indah dan megah dari segi material atau fisik saja, melainkan bagaimana esensi keindahan tersebut dapat muncul dari suatu kebersahajaan atau kesederhanaan, atau dapat saja keindahan tersebut memang berasal dari suatu yang megah yang terinspirasi dari keindahan surgawi. Hal yang tidak kalah penting adalah, bagaimana berbagai versi keindahan itu dapat mengingatkan kita akan KemahaBesaran Allah, bahwa Allah adalah Dzat Maha Agung yang patut kita sembah dan menyadarkan esensi kita sebagai hamba Allah.

Pengembangan seni ruang, termasuk di dalamnya arsitektur, berdasar pada nilai-nilai yang terdapat dalam al-Qur’an, apabila diterjemahkan secara fisik, memiliki beberapa ciri utama. Menurut Ismail Raji Al-Faruqi, ciri utama yang digolongkan dalam empat kategori tersebut didasarkan pada ciri-ciri utama yang dimiliki semua seni Islam (Al-Faruqi, 1999:158), yaitu sebagai berikut:

1. Unit-unit isi

2. Arsitektur atau struktur dengan ruang interior

3. Lanskaping (holtikultura maupun akuakultura)

4. Desain kota dan desa

Menurut Ismail Raji Al Faruqi pula, ajaran tauhid yang dapat menstimulasi kesan infinitas dan transendensi melalui isi dan bentuk estetis dapat direpresentasikan dalam karya seni Islam, yang ciri-ciri di dalamnya mengandung kaidah-kaidah sebagai berikut :

1. Abstraksi

2. Unit/Modul

3. Kombinasi suksesif

4. Pengulangan

5. Dinamisme

6. Kerumitan

Kesimpulan

Beberapa contoh di atas memberikan satu pelajaran, bahwa perilaku dan akhlak yang dilandasi nilai-nilai Islam yang mendasari lahirnya karya arsitektur Islam, tidaklah dibatasi oleh ruang dan waktu. Kita dapat melihat karya-karya arsitektur Islam di berbagai belahan dunia dengan tujuan yang satu, yaitu untuk beribadah dan berserah diri kepada Allah. Lebih lanjut, terwujudnya beberapa hasil karya arsitektur Islam yang didasari nilai-nilai Islam dapat pula membentuk satu perilaku dan akhlak yang menuju kepribadian dan citra diri Islam yang dibentuk dari lingkungan tersebut.

Arsitektur Islam yang dilandasi oleh akhlak dan perilaku Islami tidak mempunyai representasi bentuk yang satu dan seragam, tetapi arsitektur Islam mempunyai bahasa arsitektur yang berbeda, tergantung dari konteks dimana dan apa fungsi dari bangunan yang didirikan tersebut. Karya arsitektur Islam tidak pula dibatasi oleh wilayah benua dan negara, karena kita akan melihat kekayaan arsitektur Islam dari keragaman tempat yang membawa ciri khas dari wilayah masing-masing negara tersebut. Dari keberagaman tersebut, akhirnya dapat dihadirkan satu kekayaan khazanah arsitektur Islam yang melandasi lahirnya peradaban Islam yang membawa manusia pada rahmatan lil alamin.

DAFTAR PUSTAKA

http://en.wikipedia.org/wiki/Islamic_architecture

http://www.islamicart.com/main/architecture/future.html

http://library.gunadarma.ac.id/files/disk1/8/

Al Faruqi, Ismail Raji. 2003. Atlas Budaya Membangun Peradaban Gemilang. Bandung: Mizan.

Al Faruqi, Ismail Raji. 1999. Seni Tauhid Esensi dan Ekspresi Estetika Islam. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya.

Fikriarini, Aulia & Eka Putrie, Yulia. 2006. Membaca Konsep Arsitektur Vitruvius dalam Al Qur’an. Malang: UIN Malang Press.

Faqih, Muhammad. 2006. Peluang dan Tantangan Arsitektur Islam di Era Globalisasi. Makalah disampaikan pada Kuliah Umum untuk Dosen dan Mahasiswa Fakultas Sains dan Teknologi UIN Malang tanggal 15 Maret 2006

Faqih, Muhammad. 2007. Integrasi Islam dan Arsitektur. Makalah disampaikan pada Workshop Kurikulum Jurusan Teknik Arsitektur UIN Malang tanggal 29 Maret 2007.

Hattstein, M. dan Delius, P. 2000. Islam Art and Architecture. Konemann: Cologne

Maslucha, Luluk. 2006. UIN Malang dan Pusat Studi Arsitektur Islam di Indonesia. Malang: UIN Malang Press.

Saoud, Rabah. 2002. Januari. An Introduction to Islamic Architecture. FSTC Limited: Manchester.

Thames & Hudson. 2004. Architecture and Polyphony Building in The Islamic World Today. London: The Aga Khan Award for Architecture.

Hershberger,Robert G,______.Memprediksi Makna dalam Arsitektur. Arizona State University.

* http://www.facebook.com/note.php?note_id=120468025989

♣ Tips Membangun Rumah Tinggal Islami


بسم الله الرحمن الرحيم

Dalam membangun rumah yang baik, sering orang menggunakan Feng Shui yang berasal dari budaya Cina. Padahal tidak semuanya selaras dengan ajaran Islam. Jika keliru, mungkin bisa terjerumus dalam kemusyrikan karena mempercayai adanya kekuatan selain Allah yang bias menyelamatkannya. Dalam membangun rumah yang Islami, sebetulnya dalam Islam ada beberapa petunjuk untuk itu. Di antaranya:

1. Tetangga yang Baik
Pilihlah rumah di antara tetangga yang baik (kecuali jika anda adalah da’i yang ingin melakukan perbaikan). Sebab jika tetangga anda tidak baik, maka hidup anda akan merasa kurang nyaman. Bayangkan jika tetangga anda adalah preman, pezina, atau pemabuk.

Pilihlah tetangga (lihat calon tetangganya atau lingkungannya dulu) sebelum memilih rumah. Pilihlah kawan perjalanan sebelum memilih jalan dan siapkan bekal sebelum berangkat (bepergian). (HR. Al Khatib)

Nabi Saw berdoa: “Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari tetangga yang buruk di tempat pemukiman. Sesungguhnya tetangga-tetangga orang-orang Badui suka berpindah-pindah. ” (HR. Ibnu ‘Asakir)

Tiap empat puluh rumah adalah tetangga-tetangga, yang di depan, di belakang, di sebelah kanan dan di sebelah kiri (rumahnya). (HR. Ath-Thahawi) .

Usahakan agar tetangga anda cukup makannya:

Tiada beriman kepadaku orang yang bermalam (tidur) dengan kenyang sementara tetangganya lapar padahal dia mengetahui hal itu. (HR. Al Bazzaar)

2. Hendaknya rumah cukup luas (tidak terlampau luas, tapi juga tidak terlampau sempit).
Di antara kebahagiaan seorang muslim ialah mempunyai tetangga yang shaleh, rumah yang luas dan kendaraan yang meriangkan. (HR. Ahmad dan Al Hakim)

Rumah yang terlampau luas, misalnya 400 m2 lebih, cenderung menghasilkan ”Rumah Gedong” di mana tetangga satu tidak kenal dengan tetangga lainnya. Para penghuni masing-masing asyik di
dalam ”Istana” mereka.

Sebaliknya rumah yang terlalu sempit, misalnya kurang dari 50 m2 cenderung membuat penghuninya tidak betah di rumah sehingga akhirnya banyak menghabiskan waktunya mengobrol/gosip dengan
para tetangganya.

Luas rumah yang ideal (pertengahan) adalah sekitar 100-200 m2.

3. Jangan Membangun Rumah Megah
Dalam membangun rumah, janganlah terlalu mewah sehingga jadi bermegah-megahan. Ini tidak disukai Allah dan merupakan satu sifat dari orang-orang yang buruk di akhir zaman.

”Bermegah-megahan telah melalaikan kamu” [At Takaatsur:1]

Ketika ditanya tanda-tanda hari kiamat Nabi menjawab: ”Apabila para penggembala domba saling bermegah-megahan dengan gedung” [HR Muslim]

Belum akan datang kiamat sehingga manusia berlomba-lomba dengan bangunan-bangunan yang megah. (HR. Bukhari)

Jangan membangun rumah yang terlampau tinggi (misalnya sampai 4 tingkat) sehingga akhirnya tetangga tidakmendapat sinar matahari atau angin.

Ketika ditanya tanda-tanda hari kiamat Nabi menjawab: “Seorang budak wanita melahirkan nyonya besarnya. Orang-orang tanpa sandal, setengah telanjang, melarat dan penggembala unta masing-masing berlomba membangun gedung-gedung bertingkat.” [HR Muslim]

4. Buatlah Rumah yang Baik
“…menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk…” [Al A’raaf:157]

Katakanlah: “Tidak sama yang buruk dengan yang baik, meskipun banyaknya yang buruk itu menarik hatimu, maka bertakwalah kepada Allah hai orang-orang berakal, agar kamu mendapat keberuntungan. ” [Al Maa-idah:100]

Rumah yang baik adalah rumah yang sehat. Yaitu jendelanya cukup sehingga sinar matahari bisa masuk dan tidak lembab. Ini juga bisa menghemat listrik karena siang hari tak perlu menyalakan lampu. Selain itu ventilasinya juga harus baik sehingga udara segar bisa masuk ke dalam rumah. Jarak antara lantai dan atap sebaiknya agak tinggi (minimal 2,5 meter) sehingga tidak terlalu panas.

5. Rumah juga harus kuat dan aman.
Misalnya dengan menggunakan beton bertulang, rumah jadi lebih aman jika misalnya terjadi gempa. Jika menggunakan kayu, pilih kayu yang kuat serta beri anti rayap sehingga tidak mudah kropos. Harus diperhatikan apakah rumah tersebut rawan dari kebakaran atau tidak.

Sebaiknya rumah minimal terdiri dari 3 kamar. Satu untuk suami-istri, satu untuk anak laki-laki, dan satu lagi untuk anak perempuan. Banyak kasus incest terjadi karena kamarnya hanya satu sehingga pria-wanita bercampur.
Hendaknya aurat dari lawan jenis (kecuali suami-istri) terpelihara dengan pembagian kamar yang baik.

”Hai orang-orang yang beriman, hendaklah budak-budak (lelaki dan wanita) yang kamu miliki, dan orang-orang yang belum balig di antara kamu, meminta izin kepada kamu tiga kali (dalam satu hari) yaitu: sebelum sembahyang subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)mu di tengah hari dan sesudah sembahyang Isya’. (Itulah) tiga ‘aurat bagi kamu” [An Nuur:58]

6. Buatlah Rumah yang Indah
Allah senang keindahan. Manusia pun banyak yang suka akan keindahan. Oleh karena itu buatlah rumah yang indah. Tapi ingat, keindahan tidak sama dengan kemewahan atau kemegahan
Sesungguhnya Allah indah dan senang kepada keindahan. Bila seorang ke luar untuk menemui kawan-kawannya hendaklah merapikan dirinya. (HR. Al-Baihaqi)

7. Rumah Harus Bermanfaat atau Fungsional
Selain indah setiap bagian rumah juga harus bermanfaat/fungsion al. Jadi tidak hanya sekedar estetis tapi tidak bermanfaat.

Dari Abu Hurairoh ra, dia berkata: “Rosululloh SAW bersabda: “Sebagian tanda dari baiknya keislaman seseorangialah meninggalkan sesuatu yang tidak bermanfaat.” (Hadits hasan, diriwayatkan Tirmidzi dan lainnya)

8. WC Jangan Mengarah/Membelakangi Kiblat
Dari Abu Ayyub Al-Anshari ra.: Bahwa Nabi saw. bersabda: Apabila engkau ke WC, janganlah menghadap kiblat atau membelakanginya ketika kencing atau buang air besar, tetapi menghadaplah ke timur atau ke barat. (Shahih Muslim No.388)

Usahakan agar rumah anda mengarah ke kiblat. Jika tidak, sebaiknya tempat shalat anda tidak mengarah ke WC.
Usahakan di rumah ada shower atau kran air, sehingga anda bisa mandi/wudlu dengan lebih sempurna dengan air yangmengalir.

Dari Abu Hurairah Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Janganlah seseorang di antara kamu mandi dalam air yang tergenang (tidak mengalir) ketika dalam keadaan junub.” Dikeluarkan oleh Muslim.

Sebaiknya tempat wudlu dipisah dari WC sehingga anda leluasa membaca doa sebelum atau sesudah wudlu.

9. Rumah Harus Bersih
Rumah yang kotor tidak sehat. Karena akan mengundang berbagai penyakit. Oleh karena itu rumah harus bersih dan mudahdibersihkan.
Sesungguhnya Allah baik dan menyukai kebaikan, bersih dan menyukai kebersihan, murah hati dan senang kepada kemurahan hati, dermawan dan senang kepada kedermawanan. Karena itu bersihkanlah halaman rumahmu dan jangan meniru-niru orang-orang Yahudi. (HR. Tirmidzi)

Penjelasan:
Orang-orang Yahudi suka menumpuk sampah di halaman rumah.

10. Jangan Menaruh Patung di dalam Rumah
Umar berkata, “Kami tidak memasuki gereja-gerejamu karena patung-patung dan gambarnya itu.” [HR Bukhari]
Ibnu Abbas shalat di dalam biara (tempat ibadah agama lain) kecuali biara yang ada patung di dalamnya. [HRBukhari]

11. Jangan Memelihara Anjing
Hadis riwayat Ibnu Umar ra., ia berkata : Rasulullah saw. bersabda: Barang siapa memiliki anjing selain anjing penjaga ternak dan anjing pemburu maka setiap hari pahala amalnya berkurang dua qirath. (Shahih Muslim No.2940)

12. Peliharalah Anak Yatim
Jika anda berkelebihan, asuhlah anak yatim dan perlakukanlah dengan baik.
Sebaik-baik rumah kaum muslimin ialah rumah yang terdapat di dalamnya anak yatim yang diperlakukan (diasuh) dengan baik, dan seburuk-buruk rumah kaum muslimin ialah rumah yang di dalamnya terdapat anak yatim tapi anak itu diperlakukan dengan buruk. (HR. Ibnu Majah)

13. Tanamlah Pohon agar Teduh dan Sejuk
Tanamlah pohon di rumah anda sehingga rumah anda teduh dan mendapat udara segar dari oksigen yang dikeluarkan pohon tersebut. Kenyamanan naungan pohon ini digambarkan Allah sebagai berikut:

“Dan naungan (pohon-pohon surga itu) dekat di atas mereka dan buahnya dimudahkan memetiknya semudah-mudahnya.” [Al Insaan:14]
Jika rumah anda luas mungkin anda bisa menanam pohon besar yang kuat seperti pohon asem. Jika sedang, bisa menanam pohon ukuran sedang seperti rambutan atau mangga. Hindari pohon besar yang rapuh dan berbahaya seperti pohon angsana. Banyak korban jiwa karena tertimpa pohon tersebut ketika terjadi badai/angin kencang.

* http://www.facebook.com/note.php?note_id=123111180989

♣ Perempuan Dalam Arsitektur Islam


بسم الله الرحمن الرحيم

ISLAM menempatkan kaum perempuan pada kedudukan yang tinggi. Ini dapat dilihat dari data tekstual yang tertuang dalam Al Quran maupun hadis. Ungkapan penghargaan terhadap kaum perempuan sudah sangat lumrah kita temui dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai contoh, ungkapan bahwa surga di bawah telapak kaki ibu. Bentuk lain yang barangkali belum banyak diketahui masyarakat luas adalah bentuk penghargaan yang diwujudkan dalam bentuk material, khususnya arsitektur Islam.

Menarik sekali jika mengamati produk arsitektur dalam masyarakat Islam. Di tanah Arab tempat kelahiran Islam, masyarakatnya membedakan antara ruang bagi perempuan (harem) dan ruang pria. Di kawasan Indonesia pun beberapa daerah menetapkan perbedaan area bagi perempuan dan pria, misalnya dengan membatasi dengan tiang atau dengan ketinggian lantai.

Untuk apakah pembedaan tersebut? Untuk membatasi gerak perempuan? Menurut saya, justru untuk melindungi perempuan dari orang-orang asing yang tidak selayaknya melihat mereka. Untuk menghindarkan perbuatan negatif yang dapat dialami kaum perempuan.

Sebenarnya arsitektur harem, khususnya di Irak abad ke-18, memiliki keunikan tersendiri. Penghuninya dapat melihat ke luar tanpa dilihat orang yang berada di luar.

Di kawasan Cairo, Mesir, pada bangunan-bangunan tempat tinggal yang terbuat dari kayu, dinding-dindingnya dibuat ornamen kerawang yang memungkinkan cahaya dan udara masuk ke dalam ruangan. Pada bagian atas, khusus tempat perempuan dibuatkan kotak khusus yang memungkinkan kaum wanita melihat ke luar melalui lubang kayu berukir tanpa terlihat dari luar.

Terasa sekali bahwa dalam arsitektur Islam, pengkhususan ruang bagi kaum perempuan jika dicermati bukanlah untuk membatasi gerak mereka karena kaum perempuan tetap memiliki akses untuk melihat lingkungan luar, tetapi lebih pada sikap melindungi.

Tak banyak yang menyadari bahwa bangunan Taj Mahal yang kemudian menjadi permata pariwisata India, yang tahun ini memasuki 350 tahun bangunan itu berdiri, merupakan contoh penghargaan seorang suami kepada istrinya.

Shah Jahan, seorang maharaja dari wangsa Mughal di era Islam India, memutuskan membangun sebuah meusoleum “seindah kecantikan istrinya” dengan konsep Islam. Istrinya, Mumtaz Mahal, artinya yang terpilih di istana, wafat pada saat melahirkan.

Istri yang telah menemaninya selama 19 tahun itu kemudian dibuatkan meusoleum yang dibangun selama 22 tahun. Meusoleum tersebut dilengkapi dengan masjid, tempat pertemuan, dan kolam-kolam yang luas. Materialnya yang terbuat dari pualam putih, emas, dan permata itu penuh dengan hiasan bunga yang terpahat di dinding dengan struktur yang megah memancarkan keanggunan dengan menara dan kubahnya.

Taj Mahal mungkin hanya bentuk simbolik berbentuk materiil tentang penghargaan seorang suami kepada istrinya dalam masyarakat Islam. Bila kembali membuka catatan sejarah Rasulullah pada masa awal kenabiannya, nyata sekali bahwa seorang suami sangatlah memerlukan istri sebagai pendamping, sebagai orang yang mampu memperkuat keimanannya. Rasulullah merasa yakin dengan bisikan Jibril karena kemampuan Khadijah, istri beliau, yang dapat membangun kepercayaan diri beliau tentang kepribadiannya yang mulia sehingga terpilih menjadi nabi. Arsitektur hanyalah salah satu contoh bentuk visual yang membantu masyarakat menyadari betapa agama sangatlah menghargai keberadaan perempuan dan mengagungkannya.

Ira Adriati Winarno, SSn, MSn Pengajar Seni Rupa Islam pada Departemen Seni Murni FSRD ITB Bandung

* http://www.facebook.com/note.php?note_id=111084815989

♣ Adab Di Dalam Bangunan Kunci Utama Penerapan Arsitektur Islam


بسم الله الرحمن الرحيم

Beberapa hal yang harus diperhatikan, ketika kita (sebagai seorang muslim maupun sebagai arsitek yang muslim) berada didalam rumah :

1. Mengunci Pintu, Mematikan Lampu ketika Tidur, Menutup Bejana dan Mencegah Bocah-bocah Keluar
Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dari hadits Jabir radhiyallahu ‘anhu, “Bila malam telah tiba, maka cegahlah anak-anakmu, sebab syetan-syetan berkeliaran ketika itu. Bila sesaat dari waktu Isya berlalu, maka biarkanlah mereka, kuncilah pintu rumahmu lalu sebutlah nama Allah, matikanlah lampumu lalu sebutlah nama Allah, tutuplah bejanamu, lalu sebutlah nama Allah sekalipun kamu menghidangkan sesuatu atasnya.” (HR. al-Bukhari Dan Muslim).

Dan banyak lagi hadits-hadits senada dengan lafal yang berbeda-beda namun intinya sama. Terkait dengan hadits-hadits tersebut, Ibn Daqiq al-‘Ied menyebutnya sebagai bersifat kondisionil (sesuai keadaan), “…Di antaranya ada yang termasuk kepada kondisi sunnah, yaitu membaca basmalah dalam setiap keadaan, di antaranya ada yang termasuk sunnah sekaligus sebagai petunjuk seperti mengunci pintu. Hal ini dilakukan dengan alasan setan tidak membuka pintu yang tertutup sebab menjaga diri dari syetan adalah sesuatu yang dianjurkan, sekalipun di dalamnya ada kepentingan duniawi seperti berjaga-jaga. Demikian juga dengan menutup bejana.” (Fathul Bari, XI:87).

Beliau juga mengomentari, “Dalam perintah mengunci pintu terdapat kepentingan agama dan duniawi, yaitu menjaga jiwa dan harta dari tindakan sia-sia dan kerusakan, apalagi oleh syetan-syetan.”

Sedangkan terkait dengan mengapa anak-anak kecil harus dicegah agar jangan sampai ke luar rumah pada waktu seperti itu? Karena dikhawatirkan mereka mendapatkan gangguan dari syetan di waktu di mana mereka berkeliaran di permulaan malam hari, sebab malam itu simbol kekuatan setan, sementara dzikir yang berkenaan dengan anak-anak kecil sudah kehilangan momentumnya pada waktu-waktu seperti itu, sehingga karenanya tindakan ini perlu dilakukan. Demikian pula di balik hikmah perintah menutup bejana.!

2. Dzikir ketika Masuk Rumah dan Makan
Hal ini berdasarkan hadits Jabir dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda, “Bila seseorang memasuki rumahnya lalu menyebut nama Allah ketika masuk dan makan, maka berkatalah syetan, “Tidak ada tempat tinggal dan makanan malam untukmu.’ Bila ia masuk tetapi tidak menyebut nama Allah ketika masuk, maka berkatalah syetan, “Kamu sudah mendapatkan tempat tinggal.” Dan bila ia tidak menyebut nama Allah ketika makan, maka berkatalah setan, “Kamu sudah mendapatkan tempat tinggal dan makan malam.” (HR. Muslim). Jadi, ketika masuk rumah harus membaca basmalah atau menyebut nama Allah seperti ucapan, “La Ilaha Illallah.”

3. Ketika Masuk Rumah Dimulai dengan Bersiwak
Hal ini dilakukan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam seperti terdapat dalam hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwa bila masuk rumah, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memulai dengan bersiwak.” (HR. Muslim)

4. Shalat Sunnah di Rumah
Hal ini sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dari Ibn Umar radhiyallahu ‘anhu, “Jadikanlah sebagian dari shalat kamu (shalat sunnah) di rumahmu dan janganlah menjadikannya sebagai kuburan.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

5. Tidak Memuat Gambar atau Patung
Hal ini sebagaimana hadits yang bersumber dari Abu Thalhah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Sesungguhnya para malaikat tidak memasuki rumah yang di dalamnya terdapat gambar.” (Muttafaq ‘alaih). Di dalam lafal al-Bukhari, “dan juga gambar patung.” Hadits-hadits yang berkenaan dengan hal ini mengandung beberapa permasalahan, di antaranya:

a). Gambar-gambar para tokoh terkemuka, para pemimpin dan nenek moyang yang digantungkan adalah diharamkan.

b). Gambar-gambar yang dihinakan seperti yang terdapat dalam karpet, bantal dan sebagainya tidak apa-apa, demikian pula dengan gambar yang ada di dalam kaleng dan sebagian makanan, posisinya adalah sebagai sesuatu yang dihinakan. Demikian pula yang dikarenakan kondisi darurat atau ada keperluan.

c). Hewan-hewan yang diawetkan tidak dibolehkan. Syaikh Ibn Baz melarang hal ini karena tiga aspek: pemborosan, merupakan pekerjaan dan hasil gambar dari orang yang mengawetkan, dan karena sebagian orang ada yang memiliki keyakinan tertentu terhadapnya. Alasan utama dari pelarangan gambar-gambar dan patung-patung itu terletak pada wajah. Ibn Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata, “Gambar itu kepala, bila kepala diputus, maka tidak disebut gambar.” (HR. al-Baihaqi dengan sanad Shahih). Penyebutan wajah sebagai gambar banyak sekali dimuat dalam hadits-hadits yang valid di dalam kitab ash-Shahihain maupun kitab hadits lainnya. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah perlunya memilih mainan yang baik untuk anak-anak sebab kebanyakannya tidak luput dari larangan syariat.

6. Tidak Memasukkan dan Memelihara Anjing di Rumah
Hal ini karena dalam banyak hadits disebutkan, malaikat tidak memasuki rumah yang ada anjingnya. Juga dalam hadits Abu Hurairah dan Ibn Umar radhiyallahu ‘anhuma, “Barangsiapa yang memelihara anjing selain anjing penjaga sawah, anjing penjaga kambing atau anjing pemburu, maka pahalanya akan dikurangi setiap harinya sebanyak dua Qirath.” Satu Qirath itu sebagaimana terdapat hadits yang berkenaan dengan jenazah adalah seukuran gunung Uhud.!? Di samping itu, memelihara anjing juga merupakan bentuk tasyabbuh (menyerupai) orang kafir.

7. Melenyapkan Salib atau Gambar Salib dari Rumah
Hal ini berdasarkan hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha, “Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah membiar kan sesuatu pun yang terdapat salib melainkan melenyapkannya.”

8. Tidak Menggunakan Bejana Emas atau Perak untuk Makan dan Minum
Atau hal lainnya seperti untuk berwudhu. Hal ini sebagaimana dalam hadits Ummu Salamah, “Orang yang meminum dengan bejana perak, maka sungguh ia menyeret api neraka ke dalam perutnya.” (Muttafaqun ‘alaih). Dalam lafal Muslim terdapat tambahan, “Bejana emas dan untuk makan…” yakni orang yang makan atau minum dengan bejana emas atau perak.!?

9. Minta Izin ketika Hendak Masuk Rumah
Hal ini di antaranya, seperti disebutkan dalam hadits Abu Musa radhiyallahu ‘anhu, “Dan meminta izin sebanyak tiga kali; bila diizinkan boleh masuk, bila tidak, maka kembalilah.” (HR. Muslim)

10. Tidak Boros dalam Makan dan Minum
Hal ini sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala, “Makan dan minumlah, dan jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (QS. al-A’raf: 31)

11. Tidak Berlebihan dalam Membangun Rumah
Hal ini sebagaimana hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Di antara tanda-tanda datangnya hari Kiamat adalah bila para penggembala ternak berlomba-lomba dalam membangun.” (HR. al-Bukhari). Al-Hafizh Ibn Hajar mengatakan, “Terdapat celaan dalam membangun secara mutlak dalam hadits Khabbab, “Seorang laki-laki akan diganjar pahala dalam semua nafkah yang ia keluarkan selain tanah.” (HR. at-Tirmidzi)

12. Membaca Al-Qur’an di Rumah
Ini adalah sebab yang dapat mendatangkan keberkahan dan mengusir syetan. Dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, “Janganlah kalian jadikan rumah kalian sebagai kuburan, sesungguhnya syetan lari dari rumah yang dibacakan di dalamnya surat al-Baqarah.” (HR. Muslim)

13. Tidak Membunuh Ular di Rumah Sebelum Mengultimatum nya
Sebab bisa jadi ular-ular itu adalah wujud dari jin-jin yang ada di rumah sebagaimana dalam hadits Ibn Umar radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melarang untuk membunuh ular-ular rumah sebab ia adalah jin-jin rumah. (HR. al-Bukhari dan Muslim). Artinya, sebelum membunuh hendaknya memberikan peringatan kepadanya, di antaranya memberi tempo kepadanya agar keluar dalam waktu tiga hari, bila setelah itu tidak keluar, maka boleh dibunuh, sebab itu adalah syetan. (HR. Muslim)

14. Memberi Salam kepada Penghuni Rumah
Hal ini berdasarkan dalil-dalil umum mengenainya, di mana yang lebih utama lagi adalah memberi salam kepada keluarga sendiri. Dan banyak lagi adab lainnya yang berkenaan dengan rumah, semoga bermanfaat. Wallahu a’lam. [Ibnu Yahya]

(SUMBER: Min Adab al-Buyut, Syaikh Abu Muhammad Abdullah bin Mani’ al-‘Utaibi)

* http://www.facebook.com/note.php?note_id=120643215989

♣ Arsitektur Yang Bersyari’ah Kenapa Tidak?


بسم الله الرحمن الرحيم

Kita pasti sudah tidak asing lagi dengan term Perbankan Syariah, Ekonomi Syariah, Psikologi Islam, Hukum Islam dan lain sebagainya. Namun term Syariah dipakai dalam bidang lain semisal bidang keteknikan nampaknya hal itu belum memungkinkan. Para ahli bidang keteknikan justru hanya bisa berputar-putar dalam pembuktian makna ayat-ayat dalam Al Qur’an saja, namun secara praktikal belum bisa menjadikannya sebagai suatu standar metode (proceeding) atau standar produknya.

Arsitektur bersyariah, impian ini pasti dimiliki oleh semua rekan Arsitek Muslim. Namun wujudnya hingga kini tidak terlihat jelas. Mungkin hal ini dikarenakan keterbatasan pengetahuan sang arsitek tentang syariah ataukah istilah tersebut masih rancu dan terlalu kompleks untuk didefinisikan.

Arsitektur Islam: Tidak Sekedar Kubah dan Menara

Bangunan Masjid sudah menjadi hal yang identik sebagai wajah peradaban Islam. Saking identiknya, definisi arsitektur islam tidak jauh dari kubah dan menara serta kaligrafi yang mempermanisnya. Mau seperti apa arsitek berusaha mendesain, tanpa elemen tersebut, orang kebanyakan pasti merasa ada sesuatu bagian yang hilang dan lalu menganggap bangunan tersebut bukan produk arsitektur islam. Tak heran banyak pemakai awam protes jika arsitek mendesain mesjid, semisal: masjid tanpa kubah dan tanpa menara, masjid berkubah limas, dan mesjid tanpa hiasan kaligrafi.

Sebenarnya hingga kini definisi arsitektur islam agak sedikit diselewengkan hingga terasa ekslusif. Ia sekarang terjebak dalam defini tarik menarik dengan budaya lokal dan isme-isme lainnya. Maka sudah menjadi hal biasa jika terjadi pertentangan yang ricuh antara pemerhati arsitektur. Sebagai contoh: sampai saat ini masih terjadi ”perebutan” kepemilikan elemen kubah dan menara antara islam dan budaya atau agama lainnya.

Padahal ia mempunyai ciri khasnya sendiri, yaitu sifat keuniversalannya yang berpengaruh dominan sebagai etika dalam mendesain, dan berbaur dengan elemen-elemen yang sudah ada. Sebagai contoh masjid di Jawa yang tetap memakai elemen-elemen lokal yang baik namun segi filosofisnya dibuang dan mengeliminasi elemen-elemennya yang buruk, seperti halnya patung-patung dan gambar-gambar makhluk hidup. Lalu contoh masjid di Iran, di Afghanistan, di India dan lain-lain tetap menampilkan wajah lokal namun sifat universalnya tetap sama.

Namun sayang, etika yang bersifat universal ini seakan terhenti pada eliminasi elemen-elemen haram dan berkutat pada mempercantik estetika, namun tidak dilanjutkan ke aspek-aspek yang lebih luas lagi terutama fungsionalitas bangunan.

Filosofis ataukah Fungsionalis

Seperti halnya arsitek kebanyakan yang lebih banyak berpaham form follow finance daripada form follow function, sang arsitek muslim ternyata tak jauh dari tren ini. Mereka lebih sering hanya cenderung memperhatikan aritistik penampilan bangunan, demi memuaskan pandangan pemakai ataupun pemilik. Sedangkan aspek fungsi sering dibelakangkan.

Mereka memang menjadikan Al-Qur’an dan Hadits ataupun di luar konteks keduanya sebagai dasar dalam mendesain. Lalu mencoba mengadakan usaha penafsiran dan penadabburan dari itu semua dengan menghasilkan asumsi yang berdasar maupun asumsi sendiri. Namun sayangnya hasil percobaannya hanya berupa hal-hal yang bersifat filosofis. Dan hasil desainnya tidak mampu ditangkap dan diartikan oleh pemakainya, padahal tujuan arsiteknya adalah agar sang pemakai terhadap desain terpengaruh secara psikis dalam melakukan aktivitas didalamnya. Sikap yang berlebih-lebihan (ghuluw) dari arsitek tersebut malah mendatangkan mudharat daripada manfaat.

Arsitektur Islam tidak sebatas kepuasan artistik dan pendekatan filosofis semata. Al Qur’an dan Hadits sebaiknya juga tak hanya menjadi inspirasi penampilan (estetika) namun juga dapat menjadi etika atau aturan dalam mendesain maupun standar desainnya. Karena pendekatan secara fungsional lebih dibutuhkan oleh pemakai dalam beraktivitas di dalam sebuah ruangan, sehingga produk arsitektur tidak mubadzir. Ruangan harus praktis, realistis dan terukur dalam rangka mempermudah gerak aktivitas di dalamnya.

Namun produk arsitektur islam tidak hanya harus fungsional namun juga syar’i. Seperti halnya toilet sebagai pengandaian, akan fungsional sekali jika antara toilet pria dan wanita menjadi satu, namun dilihat dari syariah akan lebih fungsional lagi jika antara keduanya dipisah.

Arsitektur Bersyariah Sekarang Juga !

Terlepas dari kecenderungan term yang akan dipakai; Arsitektur Islam, Arsitektur Islami atau Arsitektur Syariah, namun sebaiknya definisinya mewakili keuniversalan Islam. Sehingga kita tidak terjebak memisahkan diri dari isme-isme maupun jati diri arsitektur berlatar belakangkan budaya yang ada. Namun justru term ini lebih memunculkan penekanan, bahwa keberadaan paham yang kita miliki menjadi mediator (penengah) dari kesemuanya itu, Islam adalah rahmatan lil alamin dan umat muslim adalah ummatan wasathon.

Dalam perumusan metode mendesain dalam frame arsitektur bersyariah memang akan sedikit bermasalah. Karena setiap kasus pendekatan dan perlakuannya pasti berbeda, seperti halnya yang terjadi pada metode mendesain lainnya. Terkadang metode tersebut harus mengalami perubahan, pengurangan dan penambahan, dan adapula metode yang bersifat baku namun fleksibel dalam pemakaiannya. Namun dari beberapa metode yang ada sudah cukup bisa diandalkan dan teruji. Secara umum, metode-metode tersebut memiliki 3 pokok bahasan, yakni: Lingkungan, Manusia. dan Bangunan. Oleh karena itu, metode arsitektur yang bersyariah sebaiknya berupa metode yang bersifat sebagai alat yang berpengaruh kuat terhadap aspek-aspek yang dibahas dalam membantu proses penentuan prioritas dan juga dalam pengambilan keputusan dalam mendesain.

Sampai saat ini, saya tidak menemukan satu handbook pun yang memberikan data-data standard desain yang bersyariah semisal Architect’s Data yang sering dipakai oleh para arsitek. Ada baiknya jika kita menyusun buku tersebut sebagai pegangan para arsitek muslim. Seperti layaknya kitab fiqh, buku tersebut dimulai dari bab-bab yang sederhana hingga kompleks dan luas sifatnya, yakni dimulai dari bab Thaharah (Bersuci) terlebih dahulu.

Dari buku ini akan melahirkan desain-desain yang berstandar syariah. Sebagai contoh: Bagaimanakah desain tempat wudhu’ yang praktis dan nyaman serta tidak mubadzir memakai air ? Atau bagaimanakah desain Pissoir atau Urinal dan Jamban atau WC, sehingga – maaf – tidak terciprat najis ke celana ataupun pakaian ? Apakah antara kamar mandi dan WC harus terpisah ? Berapakah ukuran standar tempat bersholat untuk 1 orang ? Ada ruang apa sajakah di dalam Baitul Mal ataupun Rumah Zakat ? Bagaimanakah bentuk bangunan pasar dengan melihat kaidah jual beli yang islami ? Bagaimanakah bangunan pemerintahan (khilafah) ? Baru setelah itu kita masuk ke bab perencanaan permukiman, perencanaan kota, dan seterusnya yang bersifat luas.

Mewujudkan standar tersebut bukanlah suatu hal yang gampang dan juga bukanlah hanya dapat dilakukan oleh 1 orang saja. Namun diperlukan kerjasama tim yang terdiri dari berbagai ahli arsitektur yang memiliki kompetensi penekanan bidang yang berbeda-beda. Tentu saja para ahli ini harus juga memiliki pemahaman syariah yang baik, walau memang tidak dapat dihindari menghadirkan sang ahli itu sendiri semisal Ahli yang kompeten di bidang Fiqh dalam tim perumusan.

Insya Allah dari hasil perumusan standar tersebut akan didapat manfaat yang banyak. Arsitek muslim akan memiliki buku panduan dalam berkarya dan melahirkan produk-produk desain bersyariah. Pemakai produk juga diuntungkan, tidak hanya kebutuhannya terpuaskan saja namun juga selamat dunia dan akhirat. Dan tak ketinggalan pula, bahwa standar-standar desain akan membuka industri dan pasar baru yang memiliki produk berdaya saing, karena memiliki kekhasan yang berbeda dari produk standar biasa, terutama produk interior ruangan dan ruangan ’’bongkar pasang’’ yang siap diproduksi secara massal.

Wallahu a’lam bi showab.

* http://www.facebook.com/note.php?note_id=127952755989

♣ Arsitektur Yang Bersyari’ah Harus Dapat Melindungi


بسم الله الرحمن الرحيم

Berbicara arsitektur Islam, orang sering teringat pada bangunan-bangunan peninggalan sejarah keemasan Islam, dari ujung Barat (Cordoba di Spanyol) melewati Istanbul di Turki, Samarkand di Asia Tengah, hingga ke ujung timur seperti di Ternate di Indonesia.

Yang sering menjadi titik perhatian adalah bangunan seperti masjid atau yang serupa (Masjid Cordoba, Aya Sofia, Masjid Sultan Ahmet), namun juga sekolah (Al-Azhar) dan istana (Topkapi Palace).

Dalam era modern, arsitektur Islam diasosiasikan dengan arsitektur gaya timur tengah lengkap dengan lengkung-lengkung bak sebuah masjid dan hiasan kaligrafi di sekujur dinding.

Namun bila kita cermati, apa yang menonjol di atas belum memberikan secara lengkap makna di balik istilah “arsitektur Islam” – yang semestinya adalah suatu rancang bangunan yang didasari oleh aqidah Islam dan memenuhi norma-norma dalam syari’at Islam. Ini berarti, tujuan dibuatnya bangunan itu adalah comply atau sesuai dengan tujuan syari’ah atau maqashidus syari’ah, yakni: melindungi jiwa, harta, keturunan, agama, akal, kehormatan, keamanan, dan negara.

Untuk itu perlu dibahas secara singkat dalam tulisan ini, bagaimana suatu arsitektur yang bisa memenuhi maqashidus syari’ah tersebut.

Arsitektur yang melindungi Jiwa :

Suatu bangunan harus mampu melindungi seseorang dari berbagai potensi yang mengancam jiwa, seperti:

– ancaman cuaca, termasuk banjir; artinya arsitektur suatu rumah dapat disebut islami bila penghuninya bisa merasa tenang tidak akan kebanjiran tiba-tiba tatkala mereka tidur nyenyak. Kekuatan atap dan saluran air hujan cukup untuk menghadapi hujan terlebat. Dan idealnya rumah tersebut memang di lokasi bebas banjir. Namun manakala lokasi itu memang rawan banjir, maka harus dipikirkan mekanisme teknis untuk menangkalnya – misalnya dengan rumah panggung, rumah ponton, atau rumah yang dilengkapi pompa otomatis.

– bencana alam seperti gempa dan tsunami; hampir sama dengan ancaman cuaca, artinya konstruksi rumah tersebut harus dibuat tahan gempa dan tsunami.

– risiko kebakaran; artinya bangunan itu dibuat dengan bahan-bahan tahan api, atau dengan alat-alat pendeteksi dini kebakaran, pemadam api otomatis atau jaringan listrik yang bebas overload dan berrisiko hubungan pendek yang memicu kebakaran.

– ancaman hama dan binatang buas; ini artinya desain rumah itu sedemikian rupa sehingga tidak perlu ada binatang tak diundang masuk dan berrisiko kesehatan, mulai dari srigala, ular, tikus hingga ke lalat atau nyamuk. Untuk yang terakhir ini bisa menggunakan jaring kasa atau tanaman spesial yang mampu menghalau serangga.

– ancaman polusi, baik yang berasal dari luar maupun dalam; artinya polusi udara dari luar tidak masuk ke dalam, dan pada saat yang sama udara kotor di dalam (terutama dari dapur) dapat berganti dengan udara segar – perlu sistem ventilasi yang baik, yang sewaktu-waktu dibutuhkan dapat dibuka-tutup dengan cepat. Sementara itu bahan-bahan yang digunakan dalam konstruksi (termasuk cat) juga harus yang ramah lingkungan dan ramah kesehatan.

Pendek kata arsitektur di sini berupaya agar bangunan benar-benar aman dan sehat.

Arsitektur yang melindungi Harta :

Suatu bangunan harus mampu melindungi harta penghuninya, baik langsung maupun tak langsung. Melindungi langsung telah jelas, yakni tidak memberi kesempatan tanga jahil untuk usil; sedang tak langsung artinya bangunan itu dirancang sedermikian rupa sehingga hemat dalam pemanfaatan dan pemeliharaannya. Dia hemat energi, karena letak ruang-ruangnya juga optimal dalam mendukung fungsi bangunan, serta optimal menggunakan cahaya alam atau udara segar, tak perlu banyak lampu atau AC. Kalaupun menggunakan lampu listrik atau AC akan dipilih yang hemat energi.

Arsitektur yang melindungi Kehormatan :

Suatu bangunan harus memiliki tempat privacy, di mana berlaku syari’at yang berbeda dengan tempat yang mudah diakses (dilihat / dimasuki) publik. Pada tempat inilah wanita tidak wajib mengenakan jilbab atau kerudung. Dengan demikian kehormatan mereka terjaga. Artinya keberadaan pagar, dinding luar atau bentuk dan jenis jendela menjadi penting.

Pada ruang privat inipun, ada kamar yang terpisah antara suami istri dengan anak-anaknya, dan antara anak laki-laki dengan anak perempuan, sehingga masing-masing dapat tumbuh normal sesuai syari’at tentang ijtima’. Ada pula ruang untuk menampung tamu atau anggota keluarga yang boleh aurat wanita lain di dalam rumah itu. Pada rumah yang cukup besar, pemisahan ini bisa sampai pada ruang rekreasi dalam rumah, misalnya kolam renang.

Pada masa lalu – di istana para bangsawan, daerah para wanita ini sering disebut “harem” – yang arti sesungguhnya adalah kawasan yang tidak boleh dimasuki sesuka hati oleh lelaki yang bukan mahram.

Arsitektur yang melindungi Keturunan :

Terkait dengan di arsitektur yang melindungi kehormatan adalah arsitektur yang melindungi keturunan. Anak-anak harus dapat dibesarkan secara islami dan sehat dalam rumah itu. Ada ruang yang cukup agar anak-anak dapat bermain, berkreasi dan mengembangkan seluruh potensinya, baik kognitif, afektif maupun psikomotoriknya. Pada area yang cukup luas, perlu untuk membuatkan semacam ruang anak (Kidsroom) tempat dia berlatih seperti melukis, bernyanyi, menari, olahraga, komputer, eksperimen sains dan sebagainya. Setidaknya setiap anak mendapat tempat belajar yang nyaman dan kondusif.

Selain itu, harus dirancang sedemikian rupa sehingga kemungkinan kecelakaan di dalam rumah karena terguling di tangga atau terbentur sudut runcing dapat dihindari.

Arsitektur yang melindungi Agama :

Agama adalah hal yang terpenting untuk diwariskan pada anak. Ini artinya kehidupan religius harus benar-benar ada di rumah. Jangan jadikan rumahmu kuburan – kata Nabi – dirikan sholatlah sunat di rumah. Secara arsitektoris sebaiknya ada tempat khusus untuk taqarrub (ritual agama), seperti tempat meditasi, yaitu mushola berikut tempat wudhunya. Mushola ini bisa untuk sholat berjama’ah, taddarus atau diskusi agama. Di dalam mushola pula bisa ditaruh perpustakaan buku-buku agama. Bahkan bila mushola ini cukup besar bisa untuk aktivitias pengajian bersama tetangga.

Selain ruang khusus seperti ini, suasana di rumah juga bisa dibuat lebih melindungi agama dengan menaruh kaligrafi atau pesan-pesan moral.

Arsitektur yang melindungi Akal :

Setelah arsitektur menguatkan sisi nafsiyah dengan suasana religus, maka fungsi rumah perlu untuk juga menguatkan akal. Jadilah rumah yang cerdas dan mencerdaskan. Mirip dengan fungsi sebelumnya, di sini perlu ada ruang untuk mengembangkan diri dan meningkatkan ilmu di mana orang merasa nyaman belajar atau meningkatkan wawasannya. Hal itu bisa berupa ruang multimedia (ada TV, internet, …) atau perpustakaan, atau sekedar ruang baca dan belajar. Suasana belajarpun perlu dipupuk dengan memasang hiasan-hiasan dinding yang merangsang berpikir.

Arsitektur yang melindungi Keamanan :

Secara umum sebuah bangunan harus mampu memberikan rasa aman, baik dari yang mengancam jiwa, harta, kehormatan, keturunan agama, maupun akal. Karena itu perlu ada beberapa konsep keamanan yang harus dipikirkan. Pada umumnya konsep yang telah banyak dimengerti adalah keamanan jiwa dan harta. Namun kalau hanya konsep ini saja yang diterapkan, maka rumah akan menjadi benteng. Amannya hanya dari gangguan eksternal. Sebaiknya memang konsep ini mengintegrasikan juga yang lain. Rumah jadi aman luar dalam. Di dalam tidak ada resiko pada kehormatan, keturunan, agama maupun akal.

Arsitektur yang melindungi Negara :

Melindungi negara harus dibangun dari bawah., dari kerukunan antar tetangga. Mereka satu sama lain akan saling melindungi. Ini artinya, arsitektur harus sedemikian rupa sehingga tidak mengisolir rumah dari tetangganya. Justru seharusnya, arsitektur membuat antar tetangga bisa akrab, saling menyayangi sehingga timbul ukhuwah. Fungsi ini harus bisa terpenuhi tanpa berbenturan dengan fungsi lainnya (misalnya fungsi melindungi kehormatan).

Kesimpulan

Bangunan berarsitektur syari’ah dapat diringkas sebagai:

– didesain tahan banjir, gempa, kebakaran, hama maupun polusi.

– hemat energi, dalam pemakaian / pemeliharaan.

– penghuni wanita memiliki ruang privat yang hanya boleh dimasuki mahram; ruang sendiri untuk suami istri, anak lelaki dan anak wanita.

– Memiliki ruang main anak, dan dirancang agar kecelakaan di dalam rumah minimum.

– Memiliki ruang khusus taqarrub (mushola) dan suasana penuh pesan moral.

– Memiliki ruang untuk mengembangkan diri dan meningkatkan ilmu / wawasan, seperti perpustakaan atau ruang multimedia.

– Memberi rasa aman baik di luar maupun di dalam.

– Didesain akrab dengan tetangga.

Inilah prinsip-prinsip arsitektur syariah. Sekilas memang pada ruang dengan lahan luas, hal-hal ini relatif lebih mudah dipenuhi. Namun demikian, dengan pemikiran yang seksama, sebenarnya ruang berlahan sempit pun dapat pula disiasati sehingga seluruh fungsi maqashidus syariah itu bisa terpenuhi.

Dr.-Ing. Fahmi Amhar

* http://www.facebook.com/note.php?note_id=164122775989

♣ Seni Bina Islam


SENI BINA ISLAM

Seni bina Islam (bahasa Arab عمارة إسلامية, bahasa Parsi معماری اسلامی, bahasa Turki İslami mimari) telah ditonjolkan pada sepanjang sejarah Islam. Istilah ini merangkumi gaya seni bina keagamaan sebagai mana juga bangunan-bangunan sekular, dan bersejarah dan juga penyataan moden, pada pembinaan struktur yang telah datang di bawah berbagai taraf pengaruh oleh kebudayaan Islam.

Prinsip jenis-jenis gaya seni bina Islam adalah; Masjid, Kubur, Istana dan Kota. Dari empat jenis ini, gaya seni bina Islam dikembangkan dan digunakan untuk bangunan-bangunan yang kurang penting seperti tempat mandi awam, air pancut dan gaya seni bina tempatan [1].

SEJARAH

Pada tahun 630 M, tentera Islam menakluk kembali bandar Mekah dari kaum Quraisy. Perlindungan suci Kaabah telah dibina balik dan didedikasikan semula pada Islam, pembinaan semula ini telah dijalankan sebelum kewafatan Nabi Muhammad pada tahun 632 M oleh seorang tukang kayu kapal Habsyah dalam gaya aslinya. Tempat suci ini dapat digunakan sebagai contoh yang paling awal gaya seni bina Islam walaupun tidak sama seperti gaya seni bina Islam hari ini. Dinding Kaabah dihiasi dengan lukisan Nabi Isa, Siti Maryam, Nabi Ibrahim, nabi-nabi lain, malaikat dan pokok-pokok. Doktrin Islam kemudiannya, bermula dari abad kelapan dengan bersumberkan Hadith, melarangkan penggunaan ikon dalam gaya seni bina, terutamanya ikon manusia dan haiwan [1].

Pada abad ke-7, tentera Muslim memasuki and menakluki wilayah yang luas. Setelah kaum Muslim telah mengambil kuasa suatu daerah, keperluan pertama mereka adalah tempat beribadah – sebuah masjid. Susun atur sederhana merupakan unsur-unsur yang digabungkan dalam semua masjid, penganut Muslim awal membina bangunan sederhana berasaskan rumah Nabi atau mengadaptasikan bangunan-bangunan sedia ada, seperti gereja, untuk kegunaan mereka.

PENGARUH & GAYA

Gaya seni bina Islam yang dapat dikenali kini berkembang tidak lama selepas kewafatan Nabi Muhammad s.a.w., yang dikembangkan dari model Rom, Mesir, Parsi/Sassanid dan Byzantine. Contoh awal boleh dikenal pasti dengan siapnya Kubah Batu (Qubbat al-Sakhrah) di Baitulmuqaddis. Ia mempunyai ruang kekubah dalaman, kubah bulat, dan penggunaan pola hiasan diolah dalam gaya berulang (arabesque).

Masjid Agung Samarra di Iraq yang dsiap pada tahun 847 M, menggabungkan gaya seni bina hypostyle pada deretan tiang yang menyokong sebuah dasar datar yang di atasnya sebuah menara berpilin besar dibina.

Hagia Sophia di Istanbul juga telah mempengaruhi gaya seni bina Islam. Ketika tentera Turki Uthmaniyyah menangkap bandar itu dari Byzantine, mereka menukarkan gereja itu kepada sebuah masjid (sekarang sebuah muzium) dan memasukkan unsur seni bina Byzantine ke dalam karya mereka sendiri (contohnya kubah). Hagia Sophia juga telah berkhidmat sebagai model untuk beberapa buah masjid Turki Uthmaniyyah seperti Masjid Shehzade, Masjid Suleiman