Archives

♣ Kisah Gadis Solehah


KISAH GADIS SOLEHAH

بسم الله الرحمن الرحيم

Saat aku mengandung puteriku, Afnan, ayahku melihat sebuah mimpi di dalam tidurnya. Ia melihat banyak burung pipit yang terbang di angkasa. Di celah burung-burung tersebut terdapat seekor merpati putih yang sangat cantik, terbang jauh meninggi ke langit. Maka aku bertanya kepada ayah tentang tafsir dari mimpi tersebut. Maka ia memberitahuku bahawa burung-burung pipit tersebut adalah anak-anakku & sesungguhnya aku akan melahirkan seorang gadis yang bertakwa. Ayahku tidak menyempurnakan tafsirnya, sementara aku pun tidak meminta tafsir tentang maksud mimpi tersebut.

Kemudian, aku melahirkan puteriku, Afnan. Ternyata dia benar-benar seorang gadis yang bertakwa. Aku melihatnya sebagai seorang wanita yang solehah sejak kecil. Dia tidak pernah mahu mengenakan seluar, tidak juga mengenakan pakaian pendek, dia akan menolak dengan keras, padahal dia masih kecil. Jika aku mengenakan gaun pendek padanya, maka dia juga akan memakai seluar panjang.

Afnan sentiasa menjauhkan diri dari perkara yang dimurkai Allah Ta’ala. Ketika kanak-kanak dia menolak pergi ke tempat-tempat permainan, atau ke pesta-pesta. Dia adalah seorang gadis yang berpegang teguh dengan agamanya, menjaga solatnya & sunnah-sunnahnya. Tatkala dia meningkat remaja, mulailah dia berdakwah kepada agama Allah Ta`ala. Dia tidak pernah melihat sebuah kemungkaran kecuali dia mengingkarinya & memerintah kepada yang ma’ruf & senantiasa menjaga maruah & auratnya.

Permulaan dakwahnya kepada agama Allah Ta’ala adalah permulaan masuk Islamnya pembantu kami yang berbangsa Sri Lanka.

Ibu Afnan melanjutkan ceritanya.

Tatkala aku mengandung puteraku, Abdullah, aku terpaksa mengambil seorang pembantu untuk mengasuhnya ketika ketiadaanku, kerana aku adalah seorang karyawan. Dia beragama nasrani. Setelah Afnan mengetahui bahawa pembantu tersebut bukan seorang Muslim, dia marah & mendatangiku lalu berkata,
“Wahai ummi, bagaimana dia akan menyentuh pakaian-pakaian kita, mencuci piring-piring kita & mengasuh adikku, sedangkan dia adalah wanita kafir? Aku bersedia untuk berhenti sekolah & menjaga ibu & adik selama 24 jam & janganlah menjadikan wanita kafir sebagai pembantu kita!”

Aku tidak memperdulikannya, kerana memang keperluan terhadap pembantu tersebut amat mendesak. Hanya dua bulan setelah itu, pembantu tersebut mendatangiku dengan penuh kegembiraan sambil berkata,
“Mama, aku sekarang menjadi seorang Muslimah, kerana jasa Afnan yang terus mendakwahiku. Dia telah mengajarkan kepadaku tentang Islam”

Maka akupun sangat gembira mendengar khabar baik ini.

Pada satu ketika, pak ciknya memintanya hadir dalam pesta pernikahannya. Dia memaksa Afnan untuk hadir, jika tidak maka dia tidak akan meredhakannya sepanjang hidupnya. Akhirnya Afnan bersetuju atas desakan pak ciknya itu & juga kerana Afnan sangat mencintai pak ciknya itu.

Afnan bersiap untuk menghadiri pernikahan itu. Dia mengenakan sebuah gaun yang menutupi seluruh tubuhnya. Dia adalah seorang gadis yang sangat cantik. Setiap orang yang melihatnya akan terkagum dengan kecantikannya. Semua orang kagum dan bertanya-tanya, siapa gadis ini? Mengapa engkau menyembunyikannya dari kami selama ini?

Setelah menghadiri pernikahan pak ciknya, Afnan diserang penyakit kanser tanpa kami ketahui. Dia merasakan sakit yang teramat sakit pada kakinya. Dia menyembunyikan rasa sakit tersebut & berkata,
“Sakit ringan di kakiku”

Sebulan setelah itu dia menjadi pincang, saat kami bertanya kepadanya, dia menjawab,
“Sakit ringan, akan segera hilang, insyaAllah”

Setelah itu dia tidak mampu lagi berjalan. Kamipun membawanya ke rumah sakit.

Selesailah pemeriksaan & diagnosa yang sudah semestinya. Di dalam salah satu ruangan di rumah sakit tersebut, sang doktor berbangsa Turki mengumpulkanku, ayahnya & pamannya. Hadir pula pada saat itu seorang penterjemah & seorang perawat yang bukan Muslim. Sementara Afnan berbaring di atas ranjang.

Doktor memberitahu kami yang Afnan terkena serangan penyakit kanser di kakinya & dia akan memberikan 3 suntikan kimo yang akan menggugurkan seluruh rambut. Akupun terkejut dengan berita ini. Kami duduk menangis. Ada pun Afnan, saat dia mengetahui berita tersebut dia sangat gembira & berkata,
“Alhamdulillah, alhamdulillah, alhamdulillah”

Akupun mendekatkan dia di dadaku sementara aku dalam keadaan menangis.

Dia berkata.
“Wahai ummi, alhamdulillah, musibah ini hanya menimpaku, bukan menimpa agamaku”

Diapun bertahmid memuji Allah Ta’ala dengan suara keras, sementara semua orang melihat kepadanya dengan keadaan tercengang!

Aku merasa diriku kecil, sementara aku melihat gadis kecilku ini dengan kekuatan imannya & aku dengan kelemahan imanku. Setiap orang yang bersama kami sangat terkesan dengan kejadian ini & kekuatan imannya. Adapun penterjemah & para perawat, merekapun menyatakan keislamannya!

Berikutnya adalah perjalanan dia untuk berubat & berdakwah kepada Allah Ta`ala.

Sebelum Afnan memulai pengubatan dengan bahan-bahan kimia, pamannya meminta gunting untuk memotong rambutnya sebelum gugur akibat pengubatan. Dia menolak dengan keras. Aku cuba untuk memberinya pengertian agar memenuhi keinginan pamannya, akan tetapi dia menolak seraya berkata,
“Aku tidak ingin terhalangi dari pahala bergugurannya setiap helai rambut dari kepalaku”

Kami (aku, suami & Afnan) pergi untuk pertama kalinya ke Amerika. Saat kami sampai di sana, kami disambut oleh seorang doktor wanita Amerika yang sebelumnya pernah bekerja di Saudi selama 15 tahun. Dia boleh berbicara bahasa Arab. Saat Afnan melihatnya, dia bertanya kepadanya,
“Apakah engkau seorang Muslimah?”

Dia menjawab,
“Tidak”

Afnan pun meminta kepadanya untuk pergi bersamanya menuju ke sebuah kamar kosong. Doktor wanita itupun membawanya ke salah satu ruangan. Setelah itu doktor wanita itu menghampiriku sambil kedua matanya berlinangan air mata. Dia mengatakan bahwa sesungguhnya sejak 15 tahun dia di Saudi, tidak pernah seorangpun mengajaknya kepada Islam & di sini datang seorang gadis kecil yang mendakwahinya. Akhirnya dia masuk Islam melalui Afnan.

Di Amerika, mereka memberitahu bahawa tidak ada ubat baginya kecuali memotong kakinya, kerana ditakuti kanser tersebut akan merebak sampai ke paru-paru & akan mematikannya. Tetapi Afnan sama sekali tidak takut, yang ditakutinya adalah perasaan kedua orang tuanya.

Pada suatu hari Afnan berbicara dengan salah seorang temanku melalui Messenger. Afnan bertanya kepadanya,
“Bagaimana menurut pendapatmu, apakah aku akan menyetujui mereka untuk memotong kakiku?”

Maka dia cuba untuk menenangkannya dengan mencadangkan kaki palsu sebagai gantinya. Maka Afnan menjawab dengan satu kalimat,
“Aku tidak memperdulikan kakiku, yang aku inginkan adalah mereka meletakkanku di dalam kuburku sementara aku dalam keadaan sempurna”

Temanku tersebut berkata,
“Sesungguhnya setelah jawapan Afnan, aku merasa kecil di hadapan Afnan. Aku tidak memahami sesuatupun, seluruh fikiranku saat itu tertuju kepada bagaimana dia nanti akan hidup, sedangkan fikirannya lebih tinggi dari itu, iaitu bagaimana nanti dia akan mati”

Kamipun kembali ke Saudi setelah pembedahan kaki Afnan & tiba-tiba kanser telah menyerang paru-paru!

Keadaannya sungguh kritikal, lalu mereka meletakkannya di atas ranjang & disisinya terdapat sebuah tombol. Hanya dengan menekan tombol tersebut maka dia akan tersuntik dengan jarum bius & jarum infus.

Di rumah sakit tidak terdengar suara adzan & keadaannya seperti orang yang koma. Tetapi hanya dengan masuknya waktu shalat dia terbangun dari komanya, kemudian meminta air, kemudian wuduk & sholat, tanpa ada seorang pun yang membangunkannya!

Di hari-hari terakhir Afnan, para doktor memaklumkan kami bahawa tidak ada gunanya lagi dia di rumah sakit. Sehari atau dua hari lagi dia akan meninggal. Aku ingin dia menghabiskan hari-hari terakhirnya di rumah ibuku.

Di rumah, dia tidur di sebuah kamar kecil. Aku duduk di sisinya & berbicara dengannya.

Pada suatu hari, isteri pamannya datang menjenguk. Aku katakan bahawa dia berada di dalam kamar sedang tidur. Ketika dia masuk ke dalam kamar, dia terkejut kemudian menutup pintu. Aku pun terkejut & bimbang terjadi sesuatu pada Afnan. Maka aku bertanya kepadanya, tetapi dia tidak menjawab. Maka aku tidak mampu lagi menguasai diri, aku pun pergi kepadanya. Saat aku membuka kamar, apa yang kulihat membuatku tercengang. Saat itu lampu dalam keadaan dimatikan, sementara wajah Afnan memancarkan cahaya di tengah kegelapan malam. Dia melihat kepadaku kemudian tersenyum.

Dia berkata,
“Ummi kemarilah, aku mahu menceritakan sebuah mimpi yang telah kulihat”

Ku katakan,
“Mimpi yang baik, insyaAllah”

Dia berkata,
“Aku melihat diriku sebagai pengantin di hari pernikahanku, aku mengenakan gaun berwarna putih yang lebar. Engkau & keluargaku, kalian semua berada disekelilingku. Semuanya berbahagia dengan pernikahanku, kecuali engkau ummi”

Akupun bertanya kepadanya,
“Bagaimana menurutmu tentang tafsir mimpimu tersebut”

Dia menjawab,
“Aku menyangka, bila aku meninggal & mereka semua akan melupakanku & hidup dalam kehidupan mereka dalam keadaan berbahagia kecuali engkau ummi. Engkau terus mengingatiku & bersedih atas pemergianku”

Benarlah apa yang dikatakan Afnan. Aku sekarang ini, saat aku menceritakan kisah ini, aku menahan sesuatu yang membakar dari dalam diriku, setiap kali aku mengingatinya, aku pun bersedih atasnya.

Pada suatu hari, aku duduk dekat dengan Afnan, aku & ibuku. Saat itu Afnan berbaring diatas ranjangnya kemudian dia terbangun.

Dia berkata,
“Ummi, dekatlah kepadaku, aku ingin menciummu”

Maka diapun menciumku.

Kemudian dia berkata,
“Aku ingin mencium pipimu yang kedua”

Akupun dekat kepadanya & dia menciumku, kemudian kembali berbaring di atas ranjangnya.

Ibuku berkata kepadanya,
“Afnan, ucapkanlah la ilaaha illallah”

Kemudian dia menghadapkan wajah ke arah qiblat & berkata,
“Asyhadu allaa ilaaha illallaah”

Dia mengucapkannya sebanyak 10 kali.

Kemudian dia berkata,
“Asyhadu allaa ilaaha illallahu wa asyhadu anna muhammadan rasuulullaah”

& keluarlah rohnya.

Maka kamar tempat dia meninggal di dalamnya dipenuhi oleh aroma minyak kasturi selama 4 hari. Aku tidak mampu untuk tabah, keluargaku takut akan terjadi sesuatu terhadap diriku. Maka mereka pun menyembur kamar tersebut dengan aroma lain sehingga aku tidak bisa lagi mencium aroma Afnan & tidak ada yang aku katakan kecuali alhamdulillah rabbil ‘aalamin.