Archives

♣ Khawatir Nama (Calon) Istri di-Googling Ikhwan


Khawatir Nama (Calon) Istri di-Googling Ikhwan

Salah satu hal yang menyenangkan di Kota Jogja adalah engkau dapat dengan mudah menemukan majelis-majelis ilmu, khususnya jika berada dekat dengan Kampus, seperti kampus Universitas Gadjah Mada yang dikeliligi oleh belasan Masjid yang masing-masing umumnya memiliki kajian rutin. Hal inilah yang menyebabkan suatu ketika salah seorang rekan saya berujar

“Sungguh, hanya di Kota Jogja kita bisa bingung milih kajian, karena seringnya jadwal kajian bertabrakan (saking banyaknya)…”

MasyaAlloh. Sungguh benar apa yang ia katakan. Ada belasan hingga puluhan kajian rutin setiap pekannya yang diadakan di sekeliling kampus, khususnya kampus Universitas Gadjah Mada. Maka benarlah, sungguh merugi jika kita tidak berada di antara majelis-majelis itu, yang mana dikatakan dalam sebuah hadits, Makhluk Alloh yang tersucikan dari dosa – yakni malaikat – senantiasa berdoa kepada Alloh untuk mengampuni mereka yang datang ke majelis ilmu dalam rangka mencari ilmu dan ridho Alloh subhanahu wata’ala.

Kalau kita pikir, apabila kita didoakan oleh seorang ulama besar yang mulia, tentu kita akan bahagia luar biasa. Padahal seorang ulama tidaklah suci dari dosa. Maka bagaimana pula jika kita didoakan oleh malaikat yang suci dari dosa ? yang ia berada dalam kedudukan yang dekat dengan Rabb-nya ?

Kembali ke materi,

Di antara kajian rutin yang saya sering ikut bermajelis di dalamnya adalah majelis yang diisi oleh guru kami, Ustadz Aris Munandar Hafidzhohullohu ta’ala yang diadaan di Masjid Pogung Raya dan Masjid Pogung Rejo setiap hari sabtu dan ahad pukul 05:30 pagi. Sementara ini, materi atau tema yang dibahas pada kajian tersebut adalah tentang keutamaan mencari ilmu.

An-iPad-showing-the-Google-search-engine-home-page-2250500Suatu ketika dalam kajian tersebut, ketika sudah memasuik sesi pertanyaan, salah seorang peserta kajian bertanya kepada guru kami melalui secarik kertas. Pertanyannya kurang lebih semacam ini

“Ustadz, bolehkah sekiranya kita tidak mencantumkan nama calon istri pada undangan pernikahan, dengan alasan khawatir nama calon istri kita di-googling oleh ikhwan ?”

Saya yang duduk agak di tengah pagi itu tertawa kecil sesaat setelah mendengar pertanyaan tersebut, seperti halnya dengan mayoritas jamaah peserta kajian. Seisi masjid jadi terasa bergelora karena gelak tawa jama’ah ikhwan. Sebagian bahkan tampak tidak mampu menahan tawanya hingga terdengar cukup keras. Sedangkan guru kami kami, ia tampak hanya tersenyum. Sesaat kemudian guru kami lalu menjawab

“Maka dari itu jangan mencari calon istri yang suka meng-upload fotonya di facebook atau di social media, ataupun di-blog. Pada dasarnya tidaklah mengapa apabila seseorang mengetahui nama istri kita. Sebagaimana dalam sebuah hadits

“suatu ketika Rasululloh shallallahu ‘alayhi wa sallam berjalan bersama seorang wanita. Di saat yang bersamaan, terdapat dua orang Anshar yang melihat Rasululloh shallallahu ‘alayhi wa sallam yang sedang berjalan dengan seorang wanita tersebut. Kedua lelaki anshor tersebut lalu mempercepat langkahnya mungkin karena malu. Rasululloh shallallahu ‘alayhi wa sallam lalu memanggil mereka lalu berkata “Kenapa kalian mempercepat langkah kalian? sesungguhnya ini adalah Shofiyah, istriku”.

Hadits di atas sebenarnya sering digunakan sebagai dalil larangan melakukan sesuatu yang akan menggiring seseorang untuk berburuk sangka, yakni pada hadits tersebut Rasululloh shallallahu ‘alayhi wa sallam mencoba menjelaskan bahwa perempuan yang berada di sebelahnya adalah perempuan yang halal baginya. Yakni istrinya sendiri, guna mencegah kedua orang Anshar dari berpikir yang tidak-tidak (bagian ini adalah tambahan dari saya pribadi)

“dalam hal ini, dapat juga digunakan sebagai dalil bukti bolehnya orang lain mengetahui nama istri kita”

Sebenarnya jamaah yang hadir belum mampu tenang meredam tawa sepenuhnya hingga jawaban pertanyaan tersebut dituntaskan oleh guru kami. Sebagian diantara kami tampak bercanda sembari saling tunjuk, menebak-nebak siapakah penanya dari pertanyaan yang cukup unik pagi itu.

Sejujurnya saya bisa memahami perasaan dari si penanya. Boleh jadi ia sangat khawatir jika sekiranya nama calon istri dituliskan pada kartu undangan, maka tidak menutup kemungkinan akan ada ikhwan yang iseng untuk mencari tahu wajah dari calon istrinya itu di google, sementara ia adalah lelaki pencemburu, yang berharap wajah cantik calon istrinya yang kemungkinan besar kini telah bercadar hanya diperuntukkan baginya seorang.

Anehnya, jawaban atas pertanyaan tersebut ikut menyentil saya. Betapa tidak, di blog saya ini, masih terdapat banyak foto-foto pribadi milik saya yang menggambarkan dengan jelas siapa saya. Sebenarnya pada mulanya saya merasa tidak apa-apa, mengingat wajah saya yang pas-pasan ini, ya tidak akan mungkin menebarkan fitnah seperti halnya foto wanita yang sangat mudah menebarkan fitnah untuk laki-laki. Hingga kemudan beberapa hari setelahnya, saya menjumpai sebuah artikel yang ditulis oleh akun blog “Takmiroh Ibnu Sina FK UGM” ( http://takmirohibnusinafkugm.wordpress.com/2014/04/25/wajahmu-memang-bukan-aurat-namun-coba-renungkan-sejenak-part-1/ ) yang menjelaskan betapa sebenarnya wanita juga sangat bisa terfitnah seperti halnya kaum pria”. Saya merenung kala itu, dan mengambil sebuah keputusan yang akan segera saya lakukan, yakni sebaiknya saya segera akan menghapus beberapa file foto di blog.

Kembali pada pembahasan utama. Bisa kita ketahui di atas, bahwa ternyata lelaki – tidak hanya saya – ternyata adalah makhluk yang fitrahnya juga adalah pencemburu, sepertihalnya wanita. Maka menjadi aneh kemudian jika hari ini, banyak wanita yang gemar mengupload fotonya pada jejaring sosial, terjangkit demam selfie, dan semacamnya. Apakah ia tidak khawatir jika foto-foto yang diuploadnya disimpan oleh seseorang di sana, entah siapa, untuk keperluan yang ia tidak tahu apa.

Sebagai lelaki normal, seperti halnya laki-laki kebanyakan tentu saja melihat hal semacam itu adalah sesuatu yang sangat menarik. Tapi sungguh, ketertarikan tersebut bukan dari hati, melainkan dari syahwat, dari nafsu, yang tiadalah nafsu itu hadir cenderung melainkan kepada keburukan. Hal inilah yang kemudian membuat saya banyak meng-klik tombol “unfollow” pada akun-akun yang gemar berselfie ria. Padahal ia tak tahu fitnah apa yang tersembunyi dengan kelakuan tersebut seperti yang sebelumnya pernah saya bahas di sini (http://ahmadmuhaiminalfarisy.wordpress.com/2014/05/17/pesan-untuk-para-jilbabershijabers-jangan-mau-jadi-fantasi-seksual/)

Pencemburu ternyata adalah sifat alami manusia. Maka ada baiknya jika kita menghormati sifat pencemburu itu. Boleh jadi, foto kita saat ini yang beredar bebas di dunia maya, tengah dicemburui oleh seseorang.

Saya rasa itu.

Barakallohu fiikum

———————————–

Pojok Kamar Bercat Biru

Kocoran, Karang Asem, Catur Tunggal, Depok, Sleman

Ahad 22 Juni 2014, 16:35

Ahmad Muhaimin Alfarisy

http://ahmadmuhaiminalfarisy.wordpress.com/2014/06/22/khawatir-nama-calon-istri-di-googling-ikhwan/

http://redy.blog.ugm.ac.id/2014/06/23/khawatir-nama-calon-istri-di-googling-ikhwan/