♣ Saudariku Bersyukurlah Kepada Allah Ta’ala


بسم الله الرحمن الرحيم

Saudariku, bersyukurlah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala ketika engkau dapati dirimu termasuk orang yang dipilih-Nya untuk mendapatkan dua hidayah itu,Karena berapa banyak orang yang telah sampai kepadanya hidayah irsyad, telah sampai padanya dakwah, telah sampai padanya al-haq, namun ia tidak dapat mengikutinya karena terhalang dari hidayah taufik.

Sementara dirimu, ketika tahu al-haq dari al-batil, segera engkau pegang erat yang haq tersebut dan engkau hempaskan kebatilan sejauh mungkin.
Berarti hidayah taufik dari Rabbul Izzah menyertaimu.

Tinggal sekarang, hidayah itu harus engkau jaga, karena ia sangat bernilai dan sangat penting bagi kehidupan kita.Ia harus menyertai kita bila ingin selamat di dunia, terlebih di akhirat.Bagaimana tidak? Sementara kita di setiap rakaat dalam shalat diperintah untuk memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala hidayah kepada jalan yang lurus.

اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ
“Tunjukilah (berilah hidayah) kami kepada jalan yang lurus.” (Al-Fatihah: 6)

Bila timbul pertanyaan, bagaimana seorang mukmin meminta hidayah di setiap waktu shalatnya dan di luar shalatnya, sementara mukmin berarti ia telah beroleh hidayah? Bukankah dengan begitu berarti ia telah meminta apa yang sudah ada pada dirinya?

Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullahu memberikan jawabannya: Allah Subhanahu wa Ta’ala membimbing hamba-hamba-Nya untuk meminta hidayah, karena setiap insan membutuhkannya siang dan malam. Seorang hamba butuh kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala setiap saat untuk mengokohkannya di atas hidayah, agar hidayah itu bertambah dan terus-menerus dimilikinya.Karena seorang hamba tidak dapat memberikan kemanfaatan dan tidak dapat menolak kemudaratan dari dirinya, kecuali apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala kehendaki.Allah Subhanahu wa Ta’ala pun membimbing si hamba agar di setiap waktu memohon kepada-Nya pertolongan, kekokohan, dan taufik.

Orang yang bahagia adalah orang yang diberi taufik oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk memohon hidayah, karena Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberikan jaminan untuk mengabulkan permintaan orang yang berdoa kepada-Nya di sepanjang malam dan di pengujung siang.
Terlebih lagi bila si hamba dalam kondisi terjepit dan sangat membutuhkan bantuan-Nya. Ini sebanding dengan firman-Nya:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا ءَامِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي نَزَّلَ عَلَى رَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي أَنْزَلَ مِنْ قَبْلُ

“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya…” (An-Nisa’: 136)

Dalam ayat ini, Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan orang-orang yang telah beriman agar tetap beriman. Ini bukanlah perintah untuk melakukan sesuatu yang belum ada, karena yang dimaukan dengan perintah beriman di sini adalah hasungan agar tetap tsabat (kokoh), terus-menerus dan tidak berhenti melakukan amalan-amalan yang dapat membantu seseorang agar terus di atas keimanan. Wallahu a’lam. (Tafsir Al-Qur’anil ‘Azhim, 1/38)

Berbahagialah dengan hidayah yang Allah Subhanahu wa Ta’ala berikan kepadamu dan jangan biarkan hidayah itu berlalu darimu.

Mintalah selalu kekokohan dan keistiqamahan di atas iman kepada Dzat Yang Maha Mengabulkan doa. Teruslah mempelajari agama Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hadirilah selalu majelis ilmu.Dekatlah dengan ulama, cintai mereka karena Allah Subhanahu wa Ta’ala. Bergaullah dengan orang-orang shalih dan jauhi orang-orang jahat yang dapat merancukan pemahaman agamamu serta membuatmu terpikat dengan dunia.

Semua ini sepantasnya engkau lakukan dalam upaya menjaga hidayah yang Allah Subhanahu wa Ta’ala anugerahkan kepadamu. Satu lagi yang penting, jangan engkau jual agamamu karena menginginkan dunia, karena ingin harta, tahta, dan karena cinta kepada lawan jenis.Sekali-kali janganlah engkau kembali ke belakang.Kembali kepada masa lalu yang suram karena jauh dari hidayah dan bimbingan agama. Ingatlah:

فَمَاذَا بَعْدَ الْحَقِّ إِلَّا الضَّلَالُ

“Maka tidak ada sesudah kebenaran itu melainkan kesesatan.” (Yunus: 32)
Kata Al-Imam Al-’Allamah Muhammad Jamaluddin Al-Qasimi rahimahullahu, “Kebenaran dan kesesatan itu tidak ada perantara antara keduanya. Maka, siapa yang luput dari kebenaran mesti ia jatuh dalam kesesatan.” (Mahasinut Ta’wil, 6/24)

Lalu apa persangkaanmu dengan orang yang tahu kebenaran dari kebatilan, semula ia berjalan di atas kebenaran tersebut, berada di dalam hidayah, namun kemudian ia futur (patah semangat, tidak menetapi kebenaran lagi, red.) dan lisan halnya mengatakan ‘selamat tinggal kebenaran’? Wallahul Musta’an. Sungguh setan telah berhasil menipu dan mengempaskannya ke jurang yang sangat dalam.

Ya Allah, wahai Dzat Yang Membolak-balikkan hati tetapkanlah hati kami di atas agama-Mu, di atas ketaatan kepada-Mu. Amin ya Rabbal ‘alamin ….
Wallahu a’lam bish-shawab.

* http://www.facebook.com/groups/231205613580432?ap=1

Leave a comment